Senin, 12 Juni 2017

Pendidik dalam Pendidikan Islam

By Unknown | At 23.31 | Label : | 1 Comments
A.            Definisi Pendidik dalam Pendidikan Islam
1.        Secara Etimologi
Secara etimologi, dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim isim fail dari ‘allama, yu’allimu sebagaimana ditemukan dalam Al-Quran (Q.S. Al-Baqarah:31), sedangkan kata muaddib berasal dari addaba, yuaddibu, seperti sabda Rasul: “Allah mendidikku, maka Dia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan”. Ketiga istilah itu, mu’allim, murabbi, muaddib, mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti initerlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang terpuji. Sedangkan untuk istilah “mu’allim”, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan (pengajaran), dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah “muaddib”, menurut Al- Attas, lebih luas dari istilah “mu’allim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
2.        Secara Terminologi
Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik.
a.    Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
b.    Marimba, beliau mengartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c.    Ahmad Tasir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik

B.             Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi anak didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan meluruskannya. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan tinggi sebagai mana yang dilukiskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa "tinta seorang ilmuwan (ulama) lebih berharga ketimbang dari darah syuhada" bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul.
Guru diakui sebagai suatu profesi khusus. Dikatakan demikian, karena profesi keguruan bukan saja memerlukan keahlian tertentu sebagaimana profesi lain, tetapi juga mengemban misi yang paling berharga, yaitu pendidikan dan peradaban. Atas dasar itu, dalam kebudayaan bangsa yang beradab guru senantiasa diagungkan dan disanjung, dan juga dihormati, karena peranannya yang penting bagi eksistensi bangsa di masa depan.
Secara normatif kedudukan guru dalam islam sangat mulia. Tidak sedikit yang menyimpulkan kedudukan guru setingkat dibawah kedudukan nabi dan rasul.
Ungkapan dari sayyidina Ali, bahwa seorang 'alim (ulama') lebih utama dari orang yang ahli ibadah puasa dan seorang yang berjihad di jalan Allah, karena jika seorang alim meninggal maka Islam merasa kehilangan generasinya. Susungguhnya Islam berada di tangan seorang 'alim.
Dan sebagimana syai’r yang disya’iri oleh Syauki, dan dikutip oleh Al-Abrasyi, Berkata :
“berdirilah dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”
Sebagaimana dalam sya’ir diatas, seorang guru’ yang sempurna (al-ulama al- rasyidin), yaitu seorang guru telah tercerahkan dan mampu mencerahkan muridnya, bukan semata-mata sebagai media pencari nafkah.
Kedudukan guru memanglah terhormat dan mulia apabila yang menduduki jabatan itu adalah orang yang tehomat dan mulia juga. Sebab kehormatan dan kemulian itu tidak hanya terkait secara struktural tetapi yang terpenting adalah secara substansial dan fungsional. Penghargaan islam tertinggi terhadap guru sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan penghargaan islam terhadap ilmu pengetahuan.
Jadi guru yang memiliki kedudukan mulia adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan dan mampu memberdayakan siswa dengan ilmu yang dimilikinya. Karena itu, seorang menjadi mulia bukan semata-mata secara structural sebagai guru, melainkan secara substansial memang mulia dan secara fungsional mampu memerankan fungsi keguruannya, yaitu mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan anak bangsa.

C.             Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.
1.        Tugas secara umum, adalah :
Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatal li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi.
Selain itu tugas yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah.Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia.Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
2.        Tugas secara khusus, adalah :
a.    Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
b.    Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil , seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
c.    Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.
Ahmad Tafsir membagi tugas-tugas yang dilaksanakan oleh guru antara lain adalah:
1.        Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
2.        Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3.        Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai keahlian, keterampilan, agar anak didik memilikinya dengan cepat.
4.        Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
5.        Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik melalui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.

D.            Kompetensi-kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik itu haruslah memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih dan mampu mengimplisitkan nilai relevan (dalam ilmu pengetahuan itu), yakni sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam yang diajarkan dan bersedia mentransfer pengetahuan Islam serta nilai-nilai pendidikan yang diajarkan. Namun demikian untuk menjadi pendidik yang professional masih diperlukan persyaratan yang lebih dari itu.
Untuk mewujudkan pendidik yang professional sekaligus yang berkompeten dalam pendidikan Islam, didasari dari tuntugan Rasulullah SAW karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan realitas pendidik dengan yang ideal (Rasulullah SAW). Keberhasilan Rasulullah SAW, sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul ini ditandai dengan kepribadian Rasul yang dijuluki Al-Amin yakni orang yang sangat jujur dan dapat dipercaya, kepedulian Rasulullah terhadap masalah-masalah sosial religious, serta semangat dan ketajamannya dalam iqro’ bismirobbik. Kemudian beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman dan amal saleh, berjuang dan bekerja sama menegakkan kebenaran. Berikut ini adalah kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam:
1.        Kompetensi Personal-Religius
Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang akan diinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya, nilai kejujuran, musyawarah, keberhasilan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan anak didik baik langsung maupun tidak langsung atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.
2.        Komptensi Sosial-Religius
Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran Islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara sesama manusia), sikap toleransi dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik untuk selanjutnya diciptakan dalam suasana pendidikan Islam dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan anak didik.
3.        Kompetensi Profesional-Religius
Kemampuan dasar yang ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara professional dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
Kompetensi diatas dapat dijabarkan dalam komptensi-kompetensi sebagai berikut:
a.    Mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar dan mencari informasi tentang materi yang diajarkan,
b.    Menguasai keseluruhan bahan materi yang akan disampaikan pada anak didiknya,
c.     Mempunyai kemampuan menganalisa materi yang diajarkan dan menghubungkannya dengna konteks komponen-komponen secara keseluruhan melalui pola yang diberikan Islam tentang bagaimana cara berpikir (way of thinking) dan cara hidup (way of life) yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi,
d.    Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum disajikan kepada anak didiknya (QS. Al-Baqarah:119)
e.    Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan (QS. Al-Baqarah: 31)
f.      Member hadiah (tabsyir/reward) dan hukuman (tanzir/punishment) sesuai dengan usaha dan upaya yang dicapai anak didik dalam rangka memberikan persuasi dan motivasi dalam proses belajar (QS. Al-Baqarah:119)
g.    Memberikan uswatun hasanah dan meningkatkan kualitas dan keprofesionalannya yang mengacu pada futuristic tanpa melupakan peningkatan kesejahteraannya, misalnya gaji, pangkat, kesehatan, perumahan sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head, dan transfer of hand kepada anak didik dan lingkungannya.

E.             Kode Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam
Kode etik pendidik dalam islam yaitu norma-norma yang mengatur hubungan antara pendidik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya serta atasannya bahkan masyarakat. Kode etik pendidik dalam pendidikan islam menurut Al-Muhammad Nawawi al-Jawi al Bantani sebagaimana dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir adalah sebagai berikut:
1.        Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah,
2.        Bersikap penyantun dan penyayang,
3.        Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak,
4.        Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama,
5.        Bersikap rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat,
6.        Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia,
7.        Bersifat lemah lembut dalam menghadapi masalah peserta didik, yang IQ-nya rendah, membinanya sampai pada taraf maksimal,
8.        Meninggalkan sikap marah dalam menghadapi problem peserta didiknya,
9.        Memperbaiki sikap peserta didiknya dan bersikap lemah lembut terhadap peserta didik yang kurang lancar berbicaranya,
10.    Meninggalkan sifat yang menakutkan pada peserta didik yang melum mengerti dan belum tahu,
11.    Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didiknya,
12.    Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu datangnya dari peserta didik,
13.    Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan,
14.    Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus menerus mencari informasi guna disampaikan pada peserta didik yang akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada Allah SWT,
15.    Mengaktualisasi informasi yang diajarkan pada peserta didik.
Sedangkan menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi, kode etik pendidik dalam pendidikan Islam yang dikutip pula oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir adalah sebagai berikut:
1.        Mempunyai watak kebapaan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga menyayangi peserta didik seperti anaknya sendiri,
2.        Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dengan peserta didik,
3.        Memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya,
4.        Mengetahui kepentingan bersama, tidak focus pada sebagian peserta didik,
5.        Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian dan kesempurnaan,
6.        Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar kewajibannya,
7.        Dalam mengajar supaya mengaitkan materi yang satu dengan materi yang lainnya,
8.        Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

F.              Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminology peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari structural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun pikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima bantuan yang mungkin tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik mendapatkan buku pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan betapa banyak hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan pendistribusian buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga penjualan. 
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya.
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

About Us

Subscribe

Copyright © 2012. The Center of Everything - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Bamz Templates